Welcome to our online store!

Cerita “Danau Laut Tador” berasal dari Kabupaten Batubara, Sumatra Utara. Kisah ini bermula dari sepasang suami istri yang hidup sederhana dan dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Tador. Kehidupan mereka awalnya bahagia, namun berubah ketika kakek dan nenek Tador—yang selama ini membantu menjaga cucunya—meninggal dunia secara berurutan. Sejak saat itu, Tador harus sering ditinggal di rumah sendirian karena kedua orang tuanya bekerja jauh di ladang dan sawah. Meski begitu, Tador tumbuh menjadi anak yang mandiri, rajin, dan tidak pernah menuntut. Ia belajar banyak hal sendiri seperti memancing, memanjat pohon kelapa, hingga berenang, tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Suatu hari, menjelang bulan Ramadan, kampung mereka mengadakan tradisi tahunan bernama “marpangir”, yaitu mandi bunga bersama di sungai sebagai bentuk penyucian diri. Tador sangat antusias karena ini adalah tahun pertama ia diperbolehkan ikut, setelah selama ini dilarang akibat kisah tragis dua uwaknya yang meninggal saat marpangir di usia muda. Namun, takdir berkata lain—pagi harinya, Tador jatuh sakit. Meskipun ia memohon dengan penuh tangis untuk ikut, orang tuanya tetap pergi meninggalkannya demi tradisi, menguncinya di rumah demi alasan keselamatan.
Ketika warga kembali dari sungai, kampung mereka telah tenggelam oleh air secara misterius. Hanya atap rumah yang terlihat. Tidak ada yang tahu asal air itu. Anak-anak pun mulai berteriak, “Laut! Laut!”, sedangkan orang tua Tador terus berteriak memanggil anak mereka. Tador menghilang tanpa jejak, diyakini hilang bersama air mata kesedihannya. Sejak saat itu, danau tersebut diberi nama Danau Laut Tador, untuk mengenang anak kecil yang terlupakan dan ditinggalkan oleh orang tuanya sendiri.
Ayah dan ibu Tador sangat menyesal. Mereka kemudian pindah ke desa lain dan diberi karunia seorang anak perempuan. Sebagai bentuk penyesalan dan penghormatan, anak itu diberi nama Tador juga. Namun kali ini, mereka merawatnya dengan penuh kasih dan selalu bersamanya.