Welcome to our online store!

Tersebutlah permaisuri Inang Seribu Tua yang hidup di kayangan. Pada suatu hari secara tiba-tiba permaisuri itu melahirkan seorang putera yang dinamainya Tuan Bagunda Raja. Orang banyak tidak mengetahui siapa suami Inang Seribu Tua dan oleh sebab itu dipastikan orang bahwa Tuan Bagunda Raja adalah anak Dewa. Beberapa tahun kemudian Tuan Bagunda Raja sudah meningkat dewasa. Hal ini menimbulkan pikiran pada ibunya bahwa anaknya itu sudah waktunya untuk dicarikan jodoh. Dipanggilnya anaknya itu dan disampaikannya maksud hatinya. Tuan Bagunda Raja setuju dengan maksud ibunya, hanya saja dimintanya agar yang akan dikawininya itu haruslah salah seorang dari anak pamannya. Si ibu menjawab bahwa dia tidak ada mempunyai saudara seorang jua pun, sehingga dengan demikian tak mungkin anaknya itu kawin dengan anak pamannya.
Si anak yang menaruh curiga terhadap perkataan ibunya meminta agar diberi sekapur sirih. Setelah ibunya membuatkan
yang dimintanya itu berangkatlah Tuan Bagunda Raja masuk hutan. Di sebuah tempat ditanamnya sebatang bambu sambil berdoa: “Bambu inilah yang akan menjadi bukti apakah yang dikatakan ibuku itu benar atau tidak. Jika kata-kata ibuku itu benar janganlah engkau tumbuh, tapi jika kata-kata ibuku itu tidak benar tumbuhlah engkau dengan subur. Rebungmu, kulitmu, cabangmu dan daunmu yang tumbuh nanti hendaknya mengandung keterangan untukku. Beberapa tahun kemudian Tuan Bagunda Raja datang kembali untuk melihat bambu yang ditanamnya itu. Ternyata rebungnya, kulitnya, cabangnya, dedaunnya mengandung tulisan yang menerangkan bahwa ibunya banyak mempunyai saudara.
Setelah diketahui oleh Tuan Bagunda Raja hal yang seperti itu, pulanglah dia ke rumah orangtuanya. Kepada ibunya dikatakannya apa-apa keterangan yang diperdapatnya dari bambu tersebut. lbunya tak dapat menjawab apa-apa kecuali berdiam diri. Keduanya bersepakat untuk meminta datang bengkila dari Tuan Bagunda Raja (bengkila-suami adik perempuan ayah) agar turut menyelesaikan persoalan yang sedang mereka hadapi. Setelah makan dan minum bersama-sama bengkilanya itu, berkata katalah Tuan Bagunda Raja tentang niat ibunya yang hendak mengawinkannya. Dijelaskannya bahwa sebagai syarat adalah puteri yang akan dikawininya itu hendaklah salah seorang anak pamannya. lbu yang pada mulanya mengaku tidak mempunyai seorang saudara pun, ternyata sesudah diselidiki banyak saudaranya. Pembuktiannya diperoleh melalui pohon bambu yang ditanam dan tulisan yang muncul dari rebung, kulit, cabang dan daun itu. Si ibu terpaksa mengakui kebenaran kata-kata anaknya itu. Dijelaskannya kenapa dia mengatakan tidak mempunyai saudara karena memang saudaranya sangat banyak sehingga akan menimbulkan kesulitan untuk memilih anak yang mana akan di ambil.
Sesudah mendengar keterangan ibunya itu, Tuan Bagunda Raja tetap tidak berubah pendiriannya. Kepada ibunya dimintanya agar membuatkan cimpa (sejenis makanan dengan bahan-bahannya terdiri dari dua belas macam tepung beras wangi dicampur dengan labu kuning dan labu putih), untuk nantinya iciptakan sebagai pembantunya dalam perjalanan mencari jodoh. Inang Seribu Tua segera membuatkan cimpa itu yang oleh Tuan Bagunda Raja kemudian dibentuknya menjadi seekor ayam, diberinya nama Si Nanggur Dawa. Setelah sempurna kejadian ayam Si Nanggur Dawa diperintahkan oleh Tuan Bagunda Raja untuk mencari gadis yang pantas untuk menjadi permaisuri negeri Sibolangit (kayangan).
Negeri yang pertama yang dikunjungi Si Nanggur Dawa ialah Agoni. Kedatangan Si Nanggur Dawa yang disertai bunyi hingar-bingar mengejutkan penduduk negeri Agoni. Masing-masing ke luar dari rumahnya ingin mengetahui apa yang terjadi namun puteri raja Agoni belum juga keluar. Kemhali si Nanggur Dawa membuat suara yang hingar-bingar dan kali ini keluarlah tuan puteri dari rumahnya. Saat itu digunakan oleh Si Nanggur Dawa untuk memperhatikan pantas tidaknya puteri tersebut untuk jodoh tuannya. Diketahuinya rambut puteri itu keriting, maka dinilainya itu sebagai salah satu cacat dari puteri tersebut. Ia pun pulang dan melaporkan cacat tuan puteri itu kepada Tuan Bagunda Raja, yang menyetujui penilaian tersebut. Beberapa hari kemudian Si Nanggur Dawa mendapat tugas lagi untuk pergi ke tanah Daksina melanjutkan tugasnya semula, Hal yang sama dilakukannya di negeri Daksina, sehingga semua orang di negeri itu berkeluaran dari rumahnya masing-masing, kecuali tuan puteri negeri Daksina. Untuk itulah Si Nanggur Dawa mengulangi membuat suara hingar-bingar sehingga tuan puteri itu pun akhirnya keluar juga. Diperhatikannya tuan puteri itu, dilihatnya tumitnya berpusar tidak seperti gadis yang biasa. Pulanglah ayam itu menemui tuannya dan melaporkan pula cacat tuan puteri yang dilihatnya itu, yang oleh Tuan Bagunda Raja pun disetujui. Negeri yang ketiga yang akan dikunjungi oleh Si Nanggur Dawa ialah Manganbia. Di sana dijumpainya puteri yang cantik tapi hanya saja ada cacatnya, yaitu bahunya curam. Kembali lagi ayam itu melaporkan penglihatannya itu kepada Tuan Bangunda Raja. Seperti halnya dengan penilaian sebelurnnya, penilaian kali ini pun diterima oleh tuannya itu. Negeri berikutnya ialah Pustima dengan puteri rajanya yang cantik namun cacat nya ada juga, yakni dagunya berparit. Cacat ini pun ketika dilaporkannya kepada tuan nya mendapat persetujuan.
Tujuan berikutnya ialah negeri Arita. Puteri negeri itu menurut ayam Si Nanggur Dawa memang pantas menjadi permaisuri negeri Sibolangit. Namun setelah diamat-amatinya dengan teliti timbul juga keberatan di hatinya. Hal yang memberatkan situ adalah tuan puteri itu tidak mempunyai payudara. Kembali Si Nanggur Dawa melapor kan perjalanannya kepada tuannya sambil menyebutkannya cacat yang ada pada tuan puteri raja Arita.
Tugas Si Nanggur Dawa kali ini ialah mengunjungi negeri Utara untuk menyelidiki tuan puteri di negeri itu. Dilihatnya tuan puteri negeri Utara memang cantik dan sesuai menjadi pasangan Tuan Bagunda Raja sebagai pemaisuri negeri Sibolangit. Diamat-amatinya dengan teliti akhirnya terlihat juga cacat tuan puteri itu, yakni bertahi lalat matanya. Hal ini pun dilaporkannya kepada Tuan Bagunda Raja yang juga sepakat atas pendapat suruhannya itu. Daerah berikutnya ialah tanah Arisen. Ternyata puteri negeri itu cukup cantik. Tapi setelah diselidikinya lebih jauh ternyata ada juga cacatnya yakni cekung bahunya. Cacat ini pun disampaikannya kepada tuannya. Tuan Bagunda Raja sesuai dengan pe nilaian ayam Si Nanggur Dawa.
Setelah melepaskan letih beberapa hari lamanya ayam Si Nanggur Dawa mendapat tugas baru untuk berkunjung ke negeri Purba. Puteri raja negeri itu bernama Turang Beru Karo. Seperti halnya di negeri-negeri sebelurnnya di negeri Purba kedatangan Si Nanggur Dawa mengejutkan orang banyak. Tuan puteri yang paling akhir keluar hendak mengetahui apa yang mengejutkan orang banyak itu. Turang Beru Karo yang lebih dikenal dengan gelar Guru Melaga Kata ke luar dari rumahnya sambil menyisir rambut, dan diketahuinya bahwa orang banyak sedang berkumpul menyaksikan kedatangan ayam Si Nanggur Dawa. Kesempatan ini digunakan oleh ayam itu untuk mengamat amati puteri raja tersebut dengan seksama. Menurut penilaiannya diantara semua puteri yang sudah dilihatnya puteri raja Purbalah yang paling cantik, dengan demikian puteri inilah yang paling pantas untuk jodoh tuannya.
Dengan perasaan gembira pulanglah suruhan itu menjumpai Tuan Bagunda Raja. Dilaporkannya semua penilaiannya tentang tuan puteri raja Purba yang dikatakannya tidak ada cacatnya sedikitpun. Ketika Tuan Bagunda Raja menanyakan tanda-tanda apa yang dibawa tentang tuan puteri itu ayam Si Nanggur Dawa mengakui bahwa itu memang tak ada dibawanya. Untuk mendapatkan tanda-tanda itu ia kembali lagi terbang ke negeri Purba. Di sana ia berhasil lagi berjumpa dengan tuan puteri yang kebetulan sedang menyisir rambutnya. Tanpa setahu tuan puteri itu dapat diambilnya selembar rambut tuan puteri itu dan dibawanya sebagai tanda kepada tuannya. Sesampainya di Sibolangit diserahkannya tanda itu kepada Tuan Baginda Raja yang kemudian menimbang berat rambut itu. Ternyata beratnya sama dengan satu mayam emas. Ini dianggap sebagai pertanda oleh Tuan Bagunda Raja bahwa yang empunya rambut itu adalah sangat tepat untuk menjadi permaisurinya.
Beberapa hari sesudah itu ayam Si Nanggur Dawa ditugaskan untuk pergi ke negeri Purba kembali dalam usaha meminang tuan puteri. Kepergiannya kali ini disertai oleh segenap keluarga Tuan Bagunda Raja. Setibanya di negeri itu mereka langsung menemui raja Purba yang bernama Melaga Kata. Raja tersebut menyatakan persetujuannya atas maksud kedatangan utusan raja Sibolangit dan saudara-saudaranya. Hanya saja dimintanya agar hal tersebut disampaikan secara langsung kepada tuan puteri. Pihak tuan puteri pun sependapat dengan ayahnya bahwa dia bersedia kawin dengan Tuan Bagunda Raja. Pada hari baik dilangsungkanlah perkawinan antara Tuan Bagunda Raja dengan puteri raja Purba secara besar-besaran sesuai dengan adat raja-raja. Setelah beberapa hari perkawinan berlangsung berkatalah raja Purba meminta agar menantunya itu mau tinggal bersama-sama di negeri Purba untuk beberapa waktu lamanya. Permintaan itu disetujui oleh Tuan Bagunda Raja. Semua sanak saudaranya minta diri untuk pulang terlebih dahulu.
Beberapa waktu kemudian Tuan Bagunda Raja mengatakan kepada permaisurinya agar mau bersama-sama kembali ke negeri Sibolangit, mengingat bahwa kerajaannya sudah terlampau lama ditinggalkan. Kedua suami isteri itu bersepakat untuk berangkat, hanya saja kepergian mereka itu tanpa setahu raja Purba. Hal ini menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan di pihak raja Purba. Sudah tiga tahun lamanya mereka membentuk rumah tangga namun perkawinan mereka belum juga membuahkan hasil. Hal ini menimbulkan kegelisahan pada Tuan Bagunda Raja. Kegelisahannya itu disampaikannya kepada seluruh kaum familinya. Seluruh yang hadir tidak dapat memberikan jawahan atas sebab-sebab kegelisahan itu. Untuk mengatasi itu mereka bersepakat untuk minta bantuan seorang dukun. Menurut penglihatan dukun ada pun yang menjadi sebab dari tidak adanya keturunan Tuan Bagunda Raja ialah kesalahannya terhadap kalimbubu (pihak mertua) di negeri Purba yang dilakukannya pada waktu ia meninggalkan negeri itu tanpa pamit. Penglihatan dukun itu dibenarkan oleh Tuan Bagunda Raja. Dukun menasihatkan agar kedua suami isteri itu pergi ke negeri Purba untuk meminta maaf atas kesalahan yang sudah mereka perbuat.
Keesokan harinya berangkatlah Tuan Bagunda Raja dengan permaisurinya menuju negeri Purba, sesuai dengan nasihat dukun. Sesampainya di sana langsung mereka jumpai raja Purba dan permaisurinya, untuk meminta maaf. Maaf mereka diterima oleh raja Purba dan permaisuri. Setelah bermaaf-maafan itu kembalilah Tuan Bagunda Raja dan Permaisuri ke negeri Sibolangit. Beberapa lama kemudian hamillah permaisuri. Setelah dua belas bulan dalam kandungan berjaga-jaga menunggu kelahiran anaknya yang pertama. Dengan tidak disangka-sangka nya didengarnya suara dari dalam kandungan permaisuri. Kesempatan itu digunakan oleh Tuan Bagunda Raja untuk menanyakan tentang jenis, jabatannya kelak nama yang dikehendakinya, dan tempat tinggal yang diinginkannya. Dijawab oleh suara itu bahwa jenisnya laki-laki, jabatannya perusak, namanya Tuan Paduka Ni Aji dan tempat tinggalnya di dunia bawah. Keesokan harinya lahirlah bayi itu ke dunia.
Setelah sampai waktunya hamil lagi permaisuri. Seperti halnya dengan anak yang pertama terjadi lagi percakapan antara Tuan Bagunda Raja dengan anak yang masih dalam kandungan permaisuri. Menurut jawaban suara itu, anak yang akan lahir itu adalah laki-laki, pekerjaannya ialah pemelihara dan namanya Tuan Banua Koling, sedang tempat tinggalnya di dunia tengah (bumi). Setelah anak itu lahir diikatlah pinggangnya oleh Tuan Bagunda Raja dengan sutera Jabi-labi digantungkannya di awang-awang. Tempat dia tergantung itulah kemudian yang menjadi dunia kita ini. Sebelum dunia ini terjadi Tuan Banua Koling tetap tergantung di awang-awang sehingga hidupnya sangat menderita. Setiap angin bertiup maka terayunlah Tuan Banua Koling itu. Setelah Tuan Banu Koling dewasa hamillah kembali sang perrnaisuri. Menjelang hari kelahirannya berlangsung lagi percakapan antara si ayah dengan anak yang masih berada dalam kandungan. Yang akan lahir ini adalah seorang perempuan bernama Di bata Kacikaci bertugas sebagai pendamai di antara saudara-saudaranya dan menyatakan keinginannya untuk tinggal bersama dengan ayah dan bundanya.
Akan halnya Tuhan Banua Koling, tetap juga tergantung di awang-awang. Makanannya setiap hari diantarkan oleh ayam Si Nanggur Dawa. Pada suatu kali bertanyalah ayam itu kepada Tuan Banua Koling tentang kemungkinan diciptakannya negeri untuk raja itu. Dijawab oleh Tuan Banua Koling bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa jika tidak dibantu oleh ayahnya. Hal itu dilaporkannya oleh ayam Si Nanggur Dawa ke pada Tuan Bagunda Raja, yang kemudian menciptakan dunia untuk anaknya itu. Pada kali yang lain ditanyakan pula oleh ayam Si Nanggur Dawa tentang perlunya seorang permaisuri untuk Tuhan Banua Koling yang dijawabnya bahwa hal itu pun terserah kepada orang tuanya. Ketika ayam Si Nanggur Dawa menyampaikannya kepada raja dan permaisuri di Sibolangit, dilakukanlah usaha-usaha untuk memenuhi ke inginan anaknya itu. Permaisuri mengambil batu boneka dan dibentuknya seperti seorang perempuan, diletakkan di dalam sebuah bakul dengan syarat harus dibiarkan di tempat itu selama empat hari empat malam untuk kesempurnaan kejadiannya. Bakul itu kemudian dibawa oleh ayam Si Nanggur Dawa kepada Tuhan Banua Koling dengan penjelasan bahwa baku! itu tidak boleh dibuka sebelum sampai waktunya. Karena ingin tahunya tentang apa yang ada di dalam bakul itu baru dua hari dua malam dibukanya bakul itu. Apa yang dilihatnya ialah bayangan seorang manusia yang belum sempurna wujudnya. Karena kesalnya melihat benda itu dilemparkannyalah ke jurang. ltulah yang kemudian menjadi setan.
Setelah sampai saatnya hari yang keempat datanglah ayam Si Nanggur Dawa menanyakan apa yang terjadi dengan isi bakul tadinya. Dijawab oleh Tuhan Banua Koling belum menjadi apa-apa. Untuk kedua kalinya diusahakan lagi hal yang serupa, dan itu pun dibuka juga oleh Tuhan Banua Koling sebelum sampai waktunya. Yang dilihatnya di dalam bakul itu adalah bayang-bayangan juga yang kemudian dilemparkannya kembali ke jurang. ltulah kemudian yang menjelma menjadi Sidangbela {hantu air). Itulah yang menjadi musuh manusia di dunia. Sebagai usaha terakhir dicoba lagi mengusahakan hal yang sama dan kali ini Tuan Banua Koling berhasil mematuhi syarat yang ditentukan oleh orang tuanya, sehingga jadilah permaisuri yang diinginkan itu. Perkawinan Tuan Banua Koling dengan permaisuri itu menghasilkan empat belas orang anak, tujuh laki-laki dan tujuh perempuan. Ketika ditanyakan oleh Tuhan Banua Koling apa pekerjaan yang disukai oleh anak-anaknya itu, serentak mereka menjawab bersenang-senang saja dan tidak mau bekerja. Karena marahnya mendengar jawaban itu dibunuhinya semua anaknya itu yang kemudian menjelma menjadi tujuh matahari dari yang laki-laki, dan tujuh bulan dari yang perempuan. Itulah sebabnya pada masa dahulu kala siang hari terlalu panas karena adanya tujuh matahati dan malam hari terlalu dingin karena adanya tujuh bulan.
Untuk mengatasi panas dan dingin yang terlalu berlebih-lebihan itu maka oleh Tuhan Banua Koling dibunuhnya matahari yang enam dan begitu pula bulan yang enam. Sehingga yang tinggal satu matahari dan satu bulan. Kemudian permaisuri Tuhan Banua Koling melahirkan lagi delapan orang anak yang masing-masingnya mendapat tempat di Nariti, Purba, Agoni, Daksina, Manganbia, Pustima, Utara dan Arisen. Kepada anak-anaknya itu dipesankannya untuk bersama-sama menjaga keselamatan dunia ini, dan menjauhi sifat-sifat yang merusak. Sesudah itu, lahir lagi sepuluh orang anak, lima orang laki-laki dan lima orang perempuan. Dari merekalah asal usulnya marga yang lima di Tanah Karo, yaitu : Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring dan Tarigan. Semenjak itu sempurnalah dunia ini beserta isinya.