Tersebutlah permaisuri Inang Seribu Tua yang hidup di kayangan. Pada suatu hari secara tiba-tiba permaisuri itu melahirkan seorang putera yang dinamainya Tuan Bagunda Raja. Orang banyak tidak mengetahui siapa suami Inang Seribu Tua dan oleh sebab itu dipastikan orang bahwa Tuan Bagunda Raja adalah anak Dewa. Beberapa tahun kemudian Tuan Bagunda Raja sudah meningkat dewasa. Hal ini menimbulkan pikiran pada ibunya bahwa anaknya itu sudah waktunya untuk dicarikan jodoh. Dipanggilnya anaknya itu dan disampaikannya maksud hatinya. Tuan Bagunda Raja setuju dengan maksud ibunya, hanya saja dimintanya agar yang akan dikawininya itu haruslah salah seorang dari anak pamannya.  Si ibu menjawab bahwa dia tidak ada mempunyai saudara seorang jua pun, sehingga dengan demikian tak mungkin anaknya itu kawin dengan anak pamannya.

Si anak yang menaruh curiga terhadap perkataan ibunya meminta agar diberi sekapur sirih. Setelah ibunya membuatkan

yang dimintanya itu berangkatlah Tuan Bagunda Raja masuk hutan. Di sebuah tempat ditanamnya sebatang bambu sambil berdoa:  “Bambu inilah yang akan menjadi bukti apakah yang dikatakan ibuku itu benar atau tidak. Jika kata-kata ibuku itu benar janganlah engkau tumbuh, tapi jika kata-kata ibuku itu tidak benar tumbuhlah engkau dengan subur. Rebungmu, kulitmu, cabangmu dan daunmu yang tumbuh nanti hendaknya mengandung keterangan untukku. Beberapa tahun kemudian Tuan Bagunda Raja datang kembali untuk melihat bambu yang ditanamnya itu. Ternyata rebungnya, kulitnya,  cabangnya, dedaunnya mengandung tulisan yang menerangkan bahwa ibunya banyak mempunyai saudara.

Setelah diketahui oleh Tuan Bagunda Raja hal yang seperti itu, pulanglah dia ke rumah orangtuanya. Kepada ibunya dikatakannya apa-apa keterangan yang diperdapatnya dari bambu tersebut. lbunya tak dapat menjawab apa-apa kecuali berdiam diri. Keduanya bersepakat untuk meminta datang bengkila dari Tuan Bagunda Raja (bengkila-suami adik perempuan ayah) agar turut menyelesaikan persoalan yang sedang mereka hadapi. Setelah makan dan minum bersama-sama bengkilanya itu, berkata katalah Tuan Bagunda Raja tentang niat ibunya yang hendak mengawinkannya. Dijelaskannya bahwa sebagai syarat adalah puteri yang akan dikawininya itu hendaklah salah seorang anak pamannya. lbu yang pada mulanya mengaku tidak mempunyai seorang saudara pun, ternyata sesudah diselidiki banyak saudaranya.  Pembuktiannya diperoleh melalui pohon bambu yang ditanam dan tulisan yang muncul dari rebung, kulit, cabang dan daun itu. Si ibu terpaksa mengakui kebenaran kata-kata anaknya itu. Dijelaskannya kenapa dia mengatakan tidak mempunyai saudara karena memang saudaranya sangat banyak sehingga akan menimbulkan kesulitan untuk memilih anak yang mana akan di ambil.

Sesudah  mendengar  keterangan  ibunya  itu,  Tuan  Bagunda Raja tetap tidak berubah pendiriannya. Kepada ibunya dimintanya agar  membuatkan  cimpa  (sejenis  makanan  dengan  bahan-bahannya  terdiri  dari  dua  belas  macam  tepung  beras  wangi dicampur  dengan  labu  kuning  dan  labu  putih),  untuk  nantinya iciptakan sebagai pembantunya dalam perjalanan mencari jodoh. Inang  Seribu  Tua  segera  membuatkan  cimpa  itu  yang  oleh  Tuan Bagunda  Raja  kemudian  dibentuknya  menjadi  seekor  ayam, diberinya nama Si Nanggur Dawa. Setelah  sempurna  kejadian  ayam  Si  Nanggur  Dawa diperintahkan oleh Tuan Bagunda Raja untuk  mencari gadis yang pantas  untuk  menjadi  permaisuri  negeri  Sibolangit  (kayangan).

Negeri  yang  pertama  yang  dikunjungi  Si  Nanggur  Dawa  ialah Agoni.  Kedatangan  Si  Nanggur  Dawa  yang  disertai  bunyi  hingar-bingar  mengejutkan  penduduk  negeri  Agoni.  Masing-masing  ke luar  dari  rumahnya  ingin  mengetahui  apa  yang  terjadi  namun puteri  raja  Agoni  belum  juga  keluar.  Kemhali  si  Nanggur  Dawa membuat  suara  yang  hingar-bingar  dan  kali  ini  keluarlah  tuan puteri dari rumahnya. Saat itu  digunakan  oleh  Si  Nanggur  Dawa  untuk memperhatikan  pantas  tidaknya  puteri  tersebut  untuk  jodoh tuannya. Diketahuinya rambut puteri itu keriting, maka dinilainya itu  sebagai  salah  satu  cacat  dari  puteri  tersebut.  Ia  pun  pulang dan melaporkan cacat tuan puteri itu kepada Tuan Bagunda Raja, yang  menyetujui  penilaian  tersebut.  Beberapa  hari  kemudian  Si Nanggur Dawa mendapat tugas lagi untuk pergi ke tanah Daksina melanjutkan  tugasnya  semula,  Hal  yang  sama  dilakukannya  di  negeri  Daksina,  sehingga  semua  orang  di  negeri  itu  berkeluaran dari  rumahnya  masing-masing,  kecuali  tuan  puteri  negeri Daksina.  Untuk  itulah  Si  Nanggur  Dawa  mengulangi  membuat suara hingar-bingar sehingga tuan puteri itu pun akhirnya keluar juga.  Diperhatikannya  tuan  puteri  itu,  dilihatnya  tumitnya berpusar  tidak  seperti  gadis  yang  biasa.  Pulanglah  ayam  itu menemui  tuannya  dan  melaporkan  pula  cacat  tuan  puteri  yang dilihatnya itu, yang oleh Tuan Bagunda Raja pun disetujui. Negeri  yang  ketiga  yang  akan  dikunjungi  oleh  Si  Nanggur Dawa  ialah  Manganbia.  Di  sana  dijumpainya  puteri  yang  cantik tapi hanya saja ada cacatnya, yaitu bahunya curam. Kembali lagi ayam  itu  melaporkan  penglihatannya  itu  kepada  Tuan  Bangunda Raja. Seperti  halnya  dengan  penilaian sebelurnnya, penilaian kali ini pun diterima oleh tuannya itu. Negeri berikutnya ialah Pustima dengan  puteri  rajanya  yang  cantik  namun  cacat  nya  ada  juga, yakni  dagunya  berparit.  Cacat  ini  pun  ketika  dilaporkannya kepada tuan nya mendapat persetujuan.

Tujuan  berikutnya  ialah  negeri  Arita.  Puteri  negeri  itu menurut  ayam  Si  Nanggur  Dawa  memang  pantas  menjadi permaisuri  negeri  Sibolangit.  Namun  setelah  diamat-amatinya dengan  teliti  timbul  juga  keberatan  di  hatinya.  Hal  yang memberatkan  situ  adalah tuan puteri itu tidak mempunyai payudara. Kembali Si Nanggur Dawa  melapor  kan  perjalanannya kepada  tuannya  sambil  menyebutkannya  cacat  yang  ada  pada tuan puteri raja Arita.

Tugas  Si  Nanggur  Dawa  kali  ini  ialah  mengunjungi  negeri Utara untuk menyelidiki tuan puteri di negeri itu. Dilihatnya tuan puteri negeri  Utara  memang  cantik dan sesuai menjadi  pasangan Tuan  Bagunda  Raja  sebagai  pemaisuri  negeri  Sibolangit.  Diamat-amatinya dengan teliti akhirnya terlihat juga cacat tuan puteri itu, yakni  bertahi  lalat  matanya.  Hal  ini  pun  dilaporkannya  kepada Tuan Bagunda Raja yang juga sepakat atas pendapat suruhannya itu. Daerah  berikutnya  ialah  tanah Arisen.  Ternyata  puteri  negeri itu cukup cantik. Tapi setelah diselidikinya lebih jauh ternyata ada juga cacatnya  yakni  cekung  bahunya.  Cacat  ini  pun disampaikannya  kepada  tuannya.  Tuan  Bagunda  Raja  sesuai dengan pe nilaian ayam Si Nanggur Dawa.

Setelah  melepaskan  letih  beberapa  hari  lamanya  ayam  Si Nanggur Dawa mendapat tugas baru untuk berkunjung ke negeri Purba.  Puteri  raja  negeri  itu  bernama  Turang  Beru  Karo.  Seperti halnya di negeri-negeri sebelurnnya di negeri Purba kedatangan Si Nanggur  Dawa  mengejutkan  orang  banyak.  Tuan  puteri  yang paling  akhir  keluar  hendak  mengetahui  apa  yang  mengejutkan orang  banyak  itu.  Turang  Beru  Karo  yang  lebih  dikenal  dengan gelar  Guru  Melaga  Kata  ke  luar  dari  rumahnya  sambil  menyisir rambut, dan diketahuinya bahwa orang banyak sedang berkumpul menyaksikan  kedatangan  ayam  Si  Nanggur  Dawa. Kesempatan  ini  digunakan oleh ayam  itu  untuk mengamat amati puteri  raja  tersebut  dengan  seksama.  Menurut  penilaiannya  diantara  semua  puteri  yang  sudah  dilihatnya  puteri  raja  Purbalah yang  paling  cantik,  dengan  demikian  puteri  inilah  yang  paling pantas untuk jodoh tuannya.

Dengan perasaan gembira pulanglah suruhan itu menjumpai Tuan  Bagunda  Raja.  Dilaporkannya  semua  penilaiannya  tentang tuan  puteri  raja  Purba  yang  dikatakannya  tidak  ada  cacatnya sedikitpun.  Ketika  Tuan  Bagunda  Raja  menanyakan  tanda-tanda apa  yang  dibawa  tentang  tuan  puteri itu  ayam  Si  Nanggur  Dawa mengakui  bahwa  itu  memang  tak  ada  dibawanya.  Untuk mendapatkan  tanda-tanda itu ia  kembali  lagi  terbang  ke  negeri Purba. Di sana  ia  berhasil lagi berjumpa dengan  tuan  puteri yang kebetulan sedang  menyisir  rambutnya.  Tanpa  setahu  tuan  puteri itu  dapat  diambilnya  selembar  rambut  tuan  puteri  itu  dan dibawanya  sebagai  tanda  kepada  tuannya.  Sesampainya  di Sibolangit  diserahkannya  tanda  itu  kepada  Tuan  Baginda  Raja yang  kemudian  menimbang  berat  rambut  itu.  Ternyata  beratnya sama  dengan  satu  mayam  emas.  Ini  dianggap  sebagai  pertanda oleh Tuan Bagunda Raja bahwa yang empunya rambut itu adalah sangat tepat untuk menjadi permaisurinya.

Beberapa hari sesudah itu ayam Si Nanggur Dawa ditugaskan untuk pergi ke negeri Purba kembali dalam usaha meminang tuan puteri. Kepergiannya  kali  ini  disertai  oleh segenap  keluarga  Tuan Bagunda Raja.  Setibanya  di  negeri  itu  mereka langsung menemui raja Purba yang bernama  Melaga  Kata. Raja tersebut menyatakan persetujuannya  atas  maksud  kedatangan  utusan  raja  Sibolangit dan saudara-saudaranya. Hanya saja dimintanya agar hal tersebut disampaikan  secara  langsung  kepada  tuan  puteri.  Pihak  tuan puteri pun  sependapat dengan ayahnya bahwa dia bersedia kawin dengan Tuan Bagunda Raja. Pada  hari  baik  dilangsungkanlah  perkawinan  antara  Tuan Bagunda  Raja  dengan  puteri  raja  Purba  secara  besar-besaran sesuai  dengan  adat  raja-raja.  Setelah  beberapa  hari  perkawinan berlangsung berkatalah raja Purba meminta agar menantunya itu mau tinggal bersama-sama di negeri Purba untuk beberapa waktu lamanya.  Permintaan  itu  disetujui  oleh  Tuan  Bagunda  Raja. Semua  sanak  saudaranya  minta  diri  untuk  pulang  terlebih dahulu.

Beberapa  waktu  kemudian  Tuan  Bagunda  Raja  mengatakan kepada permaisurinya agar mau  bersama-sama kembali  ke negeri Sibolangit, mengingat  bahwa  kerajaannya  sudah  terlampau  lama ditinggalkan. Kedua  suami  isteri  itu  bersepakat untuk berangkat, hanya saja kepergian mereka  itu  tanpa  setahu raja Purba. Hal ini menimbulkan perasaan yang  kurang menyenangkan di pihak raja Purba.  Sudah  tiga  tahun  lamanya  mereka  membentuk  rumah tangga namun perkawinan mereka belum juga membuahkan hasil. Hal  ini  menimbulkan  kegelisahan  pada  Tuan  Bagunda  Raja. Kegelisahannya  itu  disampaikannya  kepada  seluruh  kaum familinya.  Seluruh  yang  hadir  tidak  dapat  memberikan  jawahan atas  sebab-sebab  kegelisahan  itu.  Untuk  mengatasi  itu  mereka bersepakat  untuk  minta  bantuan  seorang  dukun.  Menurut penglihatan dukun ada pun yang menjadi sebab dari tidak adanya keturunan  Tuan  Bagunda  Raja  ialah  kesalahannya  terhadap kalimbubu  (pihak  mertua)  di  negeri  Purba  yang  dilakukannya pada  waktu  ia  meninggalkan negeri  itu  tanpa  pamit.  Penglihatan dukun  itu  dibenarkan  oleh  Tuan  Bagunda  Raja.  Dukun menasihatkan  agar  kedua  suami  isteri  itu  pergi  ke  negeri  Purba untuk meminta maaf atas kesalahan yang sudah mereka perbuat.

Keesokan  harinya  berangkatlah  Tuan  Bagunda  Raja  dengan permaisurinya  menuju  negeri  Purba,  sesuai  dengan  nasihat dukun. Sesampainya di sana langsung mereka jumpai raja Purba dan  permaisurinya,  untuk  meminta  maaf.  Maaf  mereka  diterima oleh  raja  Purba  dan  permaisuri.  Setelah  bermaaf-maafan  itu kembalilah  Tuan  Bagunda  Raja  dan  Permaisuri  ke  negeri Sibolangit. Beberapa  lama  kemudian  hamillah  permaisuri.  Setelah  dua belas  bulan  dalam  kandungan  berjaga-jaga  menunggu  kelahiran anaknya  yang  pertama.  Dengan  tidak  disangka-sangka  nya didengarnya suara dari dalam kandungan permaisuri. Kesempatan itu  digunakan  oleh  Tuan  Bagunda  Raja  untuk  menanyakan tentang  jenis,  jabatannya  kelak  nama  yang  dikehendakinya,  dan tempat tinggal yang diinginkannya. Dijawab oleh suara itu bahwa jenisnya laki-laki,  jabatannya  perusak, namanya  Tuan  Paduka  Ni Aji  dan  tempat  tinggalnya  di  dunia  bawah.  Keesokan  harinya lahirlah bayi itu ke dunia.

Setelah  sampai  waktunya  hamil  lagi  permaisuri.  Seperti halnya  dengan  anak  yang pertama terjadi lagi  percakapan  antara Tuan  Bagunda  Raja  dengan  anak  yang  masih  dalam  kandungan permaisuri. Menurut jawaban suara itu, anak yang akan lahir itu adalah  laki-laki,  pekerjaannya  ialah  pemelihara  dan  namanya Tuan  Banua  Koling,  sedang  tempat  tinggalnya  di  dunia  tengah (bumi).  Setelah  anak  itu  lahir  diikatlah  pinggangnya  oleh  Tuan Bagunda Raja dengan sutera Jabi-labi digantungkannya di awang-awang.  Tempat  dia  tergantung  itulah  kemudian  yang  menjadi dunia kita ini. Sebelum  dunia  ini  terjadi  Tuan  Banua  Koling  tetap tergantung di  awang-awang  sehingga  hidupnya  sangat menderita. Setiap  angin  bertiup  maka  terayunlah  Tuan  Banua  Koling  itu. Setelah  Tuan  Banu  Koling  dewasa  hamillah  kembali  sang perrnaisuri.  Menjelang  hari  kelahirannya  berlangsung  lagi percakapan antara si ayah dengan anak yang masih berada dalam kandungan. Yang  akan  lahir  ini  adalah  seorang  perempuan bernama  Di  bata  Kacikaci  bertugas  sebagai  pendamai  di  antara saudara-saudaranya dan menyatakan keinginannya untuk  tinggal bersama dengan ayah dan bundanya.

Akan  halnya  Tuhan  Banua  Koling,  tetap  juga  tergantung  di awang-awang.  Makanannya  setiap  hari  diantarkan  oleh  ayam  Si Nanggur  Dawa.  Pada  suatu  kali  bertanyalah  ayam  itu  kepada Tuan  Banua  Koling  tentang  kemungkinan  diciptakannya  negeri untuk  raja itu.  Dijawab  oleh  Tuan  Banua  Koling bahwa  ia  tidak dapat  berbuat  apa-apa  jika  tidak  dibantu  oleh  ayahnya.  Hal  itu dilaporkannya oleh ayam Si Nanggur Dawa ke pada Tuan Bagunda Raja, yang kemudian menciptakan dunia untuk anaknya itu. Pada  kali  yang  lain  ditanyakan  pula  oleh  ayam  Si  Nanggur Dawa  tentang  perlunya  seorang  permaisuri  untuk  Tuhan  Banua Koling yang dijawabnya bahwa  hal  itu pun terserah kepada orang tuanya. Ketika ayam Si  Nanggur  Dawa menyampaikannya kepada raja  dan  permaisuri  di  Sibolangit,  dilakukanlah  usaha-usaha untuk  memenuhi  ke  inginan  anaknya  itu.  Permaisuri  mengambil batu  boneka  dan  dibentuknya  seperti  seorang  perempuan, diletakkan di dalam sebuah bakul dengan syarat harus dibiarkan di  tempat  itu  selama  empat  hari  empat  malam  untuk kesempurnaan  kejadiannya.  Bakul  itu  kemudian  dibawa  oleh ayam  Si  Nanggur  Dawa  kepada  Tuhan  Banua  Koling  dengan penjelasan  bahwa  baku!  itu  tidak  boleh  dibuka  sebelum  sampai waktunya.  Karena  ingin  tahunya  tentang  apa  yang  ada  di  dalam bakul itu baru dua hari dua malam dibukanya bakul itu. Apa yang dilihatnya ialah bayangan seorang manusia yang belum sempurna wujudnya. Karena  kesalnya  melihat  benda  itu  dilemparkannyalah ke jurang. ltulah yang kemudian menjadi setan.

Setelah sampai saatnya hari yang keempat datanglah ayam Si Nanggur  Dawa  menanyakan  apa  yang  terjadi  dengan  isi  bakul tadinya.  Dijawab  oleh  Tuhan  Banua  Koling  belum  menjadi  apa-apa.  Untuk  kedua  kalinya  diusahakan  lagi  hal  yang  serupa,  dan itu  pun  dibuka  juga  oleh  Tuhan  Banua  Koling  sebelum  sampai waktunya.  Yang  dilihatnya  di  dalam  bakul  itu  adalah  bayang-bayangan juga yang kemudian dilemparkannya kembali ke jurang. ltulah  kemudian  yang  menjelma  menjadi  Sidangbela  {hantu  air). Itulah  yang  menjadi  musuh  manusia  di dunia.  Sebagai  usaha terakhir  dicoba  lagi  mengusahakan  hal  yang  sama  dan  kali  ini Tuan  Banua  Koling  berhasil  mematuhi  syarat  yang  ditentukan oleh  orang  tuanya,  sehingga  jadilah  permaisuri  yang  diinginkan itu. Perkawinan Tuan Banua  Koling  dengan  permaisuri  itu menghasilkan  empat  belas  orang  anak,  tujuh  laki-laki dan tujuh perempuan. Ketika  ditanyakan  oleh  Tuhan  Banua  Koling  apa pekerjaan  yang  disukai  oleh  anak-anaknya  itu,  serentak  mereka menjawab  bersenang-senang  saja  dan  tidak mau  bekerja.  Karena marahnya  mendengar  jawaban  itu  dibunuhinya  semua  anaknya itu  yang  kemudian  menjelma  menjadi  tujuh  matahari  dari  yang laki-laki,  dan  tujuh bulan  dari yang perempuan.  Itulah  sebabnya pada  masa  dahulu  kala  siang  hari  terlalu  panas  karena  adanya tujuh  matahati  dan  malam  hari  terlalu  dingin  karena  adanya tujuh  bulan.

Untuk  mengatasi  panas  dan  dingin  yang  terlalu berlebih-lebihan  itu  maka  oleh  Tuhan  Banua  Koling  dibunuhnya matahari yang  enam  dan  begitu pula  bulan yang enam.  Sehingga yang tinggal satu matahari dan satu bulan. Kemudian  permaisuri Tuhan Banua Koling  melahirkan  lagi  delapan  orang  anak  yang masing-masingnya  mendapat  tempat  di  Nariti,  Purba,  Agoni, Daksina,  Manganbia,  Pustima,  Utara  dan  Arisen.  Kepada  anak-anaknya  itu  dipesankannya  untuk  bersama-sama  menjaga keselamatan dunia ini, dan menjauhi sifat-sifat yang merusak. Sesudah  itu, lahir  lagi  sepuluh  orang  anak,  lima  orang  laki-laki  dan  lima  orang  perempuan.  Dari  merekalah  asal  usulnya marga  yang  lima  di  Tanah  Karo,  yaitu :  Ginting,  Karo-karo, Perangin-angin,  Sembiring  dan  Tarigan.  Semenjak  itu sempurnalah dunia ini beserta isinya.