Welcome to our online store!

Di sebuah kampong kerajaan adat di Pulau Nias Selatan. Hiduplah pemuda pemberani bernama Fao. Sejak kecil, Fao selalu tertarik dengan tradisi lompat batu (fahombo) ritual leluhur yang menguji kekuatan dan keberanian setiap pemudah sebelum dianggap dewasa dan layak menikah. Tradisi ini dipandang sacral karena melambangkan kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi tanggung jawab hidup.
Fao ingin sekali memenangkan hati Idanoi, gadis dari suku bangsawan setempat. Namun untuk melamar, dia harus membuktikan dirinya dengan melompati sebuah batu besar suci bernama “Hombo Batu”, yang dijaga oleh roh leluhur dan tinggi hampir dua meter.
Selama bertahun-tahun, Fao berlatih keras. ia dibimbing tetua desa, mempelajari teknik lompatan, pendaratan yang aman, serta khusyuk memohon resstu roh leluhur agar diberi keselamatan saat mencoba melompat. Pada hari besar pun tiba. Desa berkumpul menyaksikan Fao yang mengenakan paikan adat dan membawa tombak sebagai simbol keberanian dengan ancang-ancang, ia berlari, menginjak batu pijak, dan melompot melewati Hombo Batu setinggi dua meter tanpa tersentuh. Semua tertegun, lalu bersorak riang saat Fao berhasil mendarat dengan selamat. Keberhasilan itu memeriinya martabat tinggi ia resmi diizinkan melamar Idanoi dan menjadi simbol kebanggan keluarga serta desanya. Sebagai bentuk syukur, digelar pesat adat dan penyembelihan hewan oleh keluarganya. Sejak saat itu, kisah Fao diceritakan turun-trmurun, dan tradisi lompat batu (fahombo) terus dijaga sebagai budaya suku Nias. Ia menjadi simbol keberanian, kedewasaan, dan keberkahan tara leluhur.