Pada zaman dahulu, di sebuah desa yang terletak di daerah Angkola, hiduplah seorang gadis cantik bernama Si Boru Parujar. Si Boru Parujar dikenal sebagai gadis yang sangat baik hati, rajin, dan sangat disukai oleh banyak orang, baik tua maupun muda. Ia tinggal bersama orang tuanya yang merupakan petani sederhana di desa itu.

Suatu hari, desanya diguncang oleh kabar bahwa seorang pahlawan dari desa tetangga, yang bernama Sutan Marulak, akan datang untuk melamar seorang gadis dari desa mereka. Sutan Marulak adalah seorang pemuda tampan, cerdas, dan terkenal karena keberaniannya dalam berbagai pertempuran. Ia datang untuk memilih seorang gadis yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Mendengar hal tersebut, banyak gadis-gadis di desa itu yang ingin menjadi pilihan Sutan Marulak. Namun, Si Boru Parujar yang memiliki sikap sederhana dan tidak terlalu memperhatikan penampilannya, tetap dengan kesederhanaannya. Ia hanya fokus pada keluarganya dan kehidupannya yang tenang.

Pada hari yang telah ditentukan, Sutan Marulak datang ke desa tersebut. Para gadis berlomba-lomba untuk menarik perhatian Sutan Marulak, tetapi Si Boru Parujar tidak merasa cemas. Ia tahu bahwa meskipun banyak gadis yang lebih cantik dan kaya, Sutan Marulak pasti akan memilih berdasarkan hati, bukan hanya penampilan luar.

Ketika Sutan Marulak melihat Si Boru Parujar, hatinya langsung tertambat. Ia terkesan dengan kecantikan alami dan kesederhanaan Si Boru Parujar. Meskipun banyak gadis lain yang lebih mencolok, Sutan Marulak merasa bahwa Si Boru Parujar adalah gadis yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.

Sutan Marulak pun memutuskan untuk melamar Si Boru Parujar. Ia berkata, “Boru Parujar, hatiku telah terpaut padamu. Aku telah melihat keindahan hatimu, bukan hanya kecantikan fisikmu. Maukah kamu menjadi istriku?”

Si Boru Parujar, yang merasa terkejut dan tersanjung, menjawab dengan hati-hati, “Aku adalah gadis yang sederhana. Aku tidak memiliki kekayaan atau keistimewaan, hanya keluarga sederhana yang mengandalkan tanah untuk hidup. Namun, aku akan menerima lamaranmu jika hati kita memang telah disatukan oleh Tuhan.”

Sutan Marulak yang merasa bahagia dengan jawaban Si Boru Parujar segera melamarnya. Mereka pun menikah dengan penuh suka cita, dan pernikahan mereka menjadi contoh bagi seluruh desa tentang pentingnya memilih pasangan berdasarkan hati dan bukan hanya penampilan luar.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Beberapa tahun setelah pernikahan mereka, sebuah bencana datang melanda desa mereka. Hujan deras mengguyur tanpa henti, menyebabkan banjir besar yang merusak banyak rumah dan ladang. Si Boru Parujar dan Sutan Marulak bersama-sama berusaha untuk membantu para korban dan membangun kembali desa mereka.

Pada saat yang sama, banyak orang yang datang meminta bantuan, dan Si Boru Parujar tidak pernah lelah untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Dengan kebijaksanaannya, ia mengatur para korban bencana dan mengajak mereka untuk bersama-sama membangun desa kembali. Sutan Marulak sangat bangga memiliki istri seperti Si Boru Parujar, yang tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas, bijaksana, dan selalu siap membantu orang lain. Mereka berdua membuktikan bahwa kekayaan bukanlah hal yang paling penting dalam hidup, tetapi saling menghargai dan bekerja bersama untuk kebaikan bersama adalah yang utama