Welcome to our online store!

Pada zaman dahulu, di sebuah desa yang terletak di daerah Batak, hiduplah seorang pemuda bernama Dongan Sabungan. Dongan Sabungan dikenal sebagai seorang pemuda yang tampan, pemberani, dan sangat mencintai tanah kelahirannya. Ia hidup bersama orang tuanya di sebuah rumah sederhana di pinggir hutan.
Di desa tempat Dongan Sabungan tinggal, terdapat sebuah tradisi yang sudah turun-temurun, yaitu sabungan ayam atau pertandingan ayam jantan yang diadakan setiap tahun. Sabungan ayam ini biasanya diadakan untuk merayakan suatu perayaan atau acara besar di desa tersebut. Namun, meskipun banyak orang yang ikut dalam sabungan ayam, tidak semua orang menyukai tradisi tersebut, karena sering menimbulkan kekerasan dan pertumpahan darah antara ayam-ayam jantan yang bertarung.
Dongan Sabungan adalah pemuda yang sangat pandai dalam merawat ayam jantan dan sering mengikuti sabungan ayam di desa itu. Setiap kali ada sabungan, ayam jantan peliharaannya selalu menang, dan namanya semakin terkenal di desa. Namun, meskipun Dongan Sabungan sering menang, ia mulai merasa tidak senang dengan tradisi sabungan ayam tersebut. Ia merasa bahwa pertarungan antara ayam-ayam itu tidak seharusnya ada, karena bisa menimbulkan luka dan bahkan kematian pada hewan-hewan yang tidak bersalah.
Suatu hari, ketika sabungan ayam akan dilaksanakan lagi, Dongan Sabungan memutuskan untuk berbicara kepada kepala desa. Ia berkata, “Pak Kepala Desa, saya ingin meminta izin untuk menghentikan tradisi sabungan ayam ini. Pertarungan ini hanya menimbulkan penderitaan bagi ayam-ayam kita, dan saya merasa bahwa ini tidak sesuai dengan ajaran kita sebagai masyarakat yang bijaksana.”
Kepala desa terkejut mendengar permintaan Dongan Sabungan. “Apa yang kamu katakan, Dongan Sabungan? Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Menghentikan sabungan ayam berarti menghapuskan salah satu warisan budaya kita.”
Namun, Dongan Sabungan tetap pada pendiriannya. Ia mengatakan, “Kita bisa mencari cara lain untuk merayakan perayaan ini tanpa harus mengorbankan ayam-ayam kita. Kita bisa mengadakan pertandingan lain yang lebih bermartabat, yang tidak menimbulkan kekerasan.”
Setelah mendengar penjelasan dari Dongan Sabungan, kepala desa pun berpikir panjang. Ia menyadari bahwa mungkin sudah saatnya untuk mengubah tradisi yang tidak lagi relevan dengan zaman sekarang. Akhirnya, kepala desa mengadakan musyawarah dengan masyarakat desa, dan mereka sepakat untuk menghentikan sabungan ayam.
Sebagai gantinya, desa mereka mengadakan berbagai pertandingan yang lebih positif, seperti lomba-lomba olahraga dan seni, yang dapat mempererat hubungan antarwarga tanpa menimbulkan kekerasan. Dongan Sabungan pun merasa senang karena ia berhasil mengubah tradisi yang buruk menjadi lebih baik. Sejak saat itu, nama Dongan Sabungan dikenal bukan hanya karena kehebatannya dalam merawat ayam, tetapi juga karena keberaniannya untuk mengubah tradisi yang tidak adil bagi hewan-hewan. Ia menjadi teladan bagi generasi muda di desanya tentang pentingnya keberanian untuk memperjuangkan kebaikan, meskipun itu berarti melawan tradisi yang sudah lama ada